Keranjang Belanja

Rusydi Sulaiman Ajak Generasi Muda Perkuat Nilai-Nilai Kearifan Lokal di Bangka Belitung

Bagikan

MADANIA CENTER BABEL — Direktur Madania Center Bangka Belitung, Rusydi Sulaiman mengajak kepada seluruh masyarakat, khususnya generasi muda untuk memperkuat nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Bumi Serumpun Sebalai.

Menurutnya, proses islamisasi di pulau Bangka pastinya sudah benar-benar berjalan secara signifikan. Untuk itu, sebagai generasi muda harus mampu menjaga nilai-nilai lama yang masih baik, serta mampu mengadopsi nilai-nilai baru yang diasumsi lebih baik daripada nilai-nilai lama.

“Jadi ada sinergitas antara nilai yang lama, sekarang dan yang akan datang,” kata Rusydi, saat dialog budaya di LPP RRI Sungailiat, Rabu (14/6/2023) lalu.

Jika prinsip-prinsip tersebut dapat dijaga, kata Rusydi yang juga sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI) IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung ini, maka generasi muda akan mampu survive dan menjaga dirinya.

“Nilai-nilai lama yang diwariskan oleh nenek moyang kita harus dilestarikan, dijadikan prinsip-prinsip hidup untuk menyikapi dinamika-dinamika yang akan datang dan yang pengaruhnya cukup masif di era terakhir ini,” bebernya.

Kendati demikian, pihaknya menyarankan agar para generasi muda ini mempelajari proses islamisasi dan intensifikasi Islam, sehingga dapat menjadi bekal dan khazanah yang sangat luar biasa bagi kita yang beragama Islam sebagai urang lah.

Rusydi menjelaskan, masyarakat pribumi Bangka sendiri dibagi menjadi dua; yakni Land Base Culture atau orang yang hidupnya bergantung pada hasil alam darat, dan Sea Base Culture atau orang yang ketergantungan hidupnya pada hasil laut.

Berdasarkan pendapat Tengku Decqy dalam buku Islam Korfus Mapur ditegaskan bahwa pedagang-pedagang Arab sudah masuk ke pulau Bangka melalui dataran Belinyu. Saat itu, perairan Sumatra sudah cukup ramai pendatang dari luar pulau.

Hal tersebut dibuktikan dengan masuknya beberapa kesultanan, seperti
Kesultanan Johor, Kesultanan Pagaruyung Padang, kesultanan Banten Islam, dan Kesultanan Palembang Darussalam, yang belakangan utusannya masuk ke pulau Bangka. Sejak itu terjadilah proses islamisasi dan intensifikasi Islam.

Hal tersebut diperkuat oleh ulama-ulama pendatang, termasuk ulama Banjar dari Kalimantan. Dan terjadilah persentuhan antara agama dan budaya yang kemudian muncul budaya-budaya baru yang identik dengan nilai-nilai kearifan lokal. Misalnya dalam dinamika pendidikan atau sering disebut dengan tradisi naon di Mekkah.

“Tradisi inilah yang kemudian menginspirasi berdirinya sentra-sentra pendidikan di Pulau Bangka,” ujarnya.

Setelah tradisi naon, muncul sentra-sentra belajar tertentu, misalnya metode pembelajaran ngaji dudok (duduk), sekolah haji atau sekolah arab, Madrasah Diniyah Al-Khairiyah yang menginspirasi pendidikan-pendidikan lainnya di Pulau Bangka. (*)