Keranjang Belanja

FDKI dan Pengrajin Sungkok Resam di Bangka Barat, Rusydi Sulaiman Ajak Lestarikan Nilai Kearifan Lokal Bangka

Bagikan

MADANIA CENTER BABEL — Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI) IAIN SAS Bangka Belitung, Rusydi Sulaiman sangat apresiatif terhadap budaya baik apapun wujudnya.

Satu bentuk nilai kearifan lokal sebagai warisan Atok-Nek di Pulau Bangka yang bertahan hingga saat ini adalah Sungkok Resam (kopiyah atau qolansuwah, dalam Bahasa Arab).

Rusydi mengajak beberapa tenaga kependidikan dan pegawai FDKI di sela kesibukannya berkunjung ke pengrajin Sungkok Resam di Desa Kacung, Kecamatan Kelapa, Bangka Barat, Selasa (5/11/2024).

Sungkok Resam sejenis tutup kepala untuk laki-laki berbentuk kopiyah terbuat dari akar resam. Penamaan resam karena tutup kepala tersebut terbuat dari akar resam.

Akar resam ditemukan di hutan Pulau Bangka. Bisa jadi resam diambil dari kata dalam Bahasa Arab, yaitu rasm, berarti gambar atau tulisan. Ketika akar tersebut mewujud benda tertentu, lalu disebut resam. Lambat laun ia menjadi atribut keagamaan (keislaman) dalam konteks budaya Melayu muslim di Pulau Bangka.

Salah seorang budayawan Bangka Belitung, Akhmad Elvian menyebut bahwa terdapat beberapa jenis resam, antara lain; Resam Bulin, Resam Gajah, Resam Lilit dan Resam Petentung.

“Tumbuhan Resam atau Rasam atau Paku Andam sejenis tanaman paku yang besar, tumbuh di tebing tepi jalan di wilayah dataran dan lereng bukit Pulau Bangka, bernama Dicranopteris linearis dari Ordo Gleicheniales, bersifat invasif,” jelasnya.

Resam berarti kebiasaan atau adat yang melekat pada orang Melayu (Malay Muslim); berbahasa Melayu dan beradat resam sama halnya tanaman resam yang tumbuh di semua wilayah geografis tentang tanah Melayu. Pastinya ikatan akar resam yang menyatu dalam satu bentuk Sungkok Resam mencerminkan kekuatan hubungan kekerabatan orang Melayu.

Dapat disimpulkan bahwa sebagai produk budaya lokal Pulau Bangka, Sungkok Resam mencerminkan kelakuan baik seseorang; kekuatan kepribadian dan integritas diri.

Sementara itu, Rusydi Sulaiman yang juga Direktur Madania Center Bangka Belitung itu mengajak masyarakat untuk melestarikan nilai kearifan lokal Bangka terutama Sungkok Resam.

“Tidak diperkenankan tutup kepala tersebut dipakai di sembarang tempat. Muslim Melayu terbiasa memakai di tempat ibadah (masjid), pondok  pesantren dan dalam nuansa keagamaan tertentu dan atau dalam situasi apapun bagi orang tertentu . ‘Alaa kulli haal” untuk tujuan kebaikan,” jelas Rusydi Sulaiman.

Selain itu, Rusydi menilai perlu dibentuk komunitas Sungkok Resam sambil berazam untuk terus berbuat baik dalam keseharian. FDKI , Semangat Baru Pasti Bisa. (*)