Keranjang Belanja

Ijtima’ Ulama Digelar di Lingkungan Ponpes, Rusydi Sulaiman Sebut Peserta Sudah Siap Mental dan Terbiasa Sederhana

Bagikan

MADANIA CENTER BABEL — Berbeda dengan beberapa kegiatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya, kali ini kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa ke-VIII digelar di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Sungailiat, Bangka, atau lebih dikenal Islamic Center.

Ketua Bidang Fatwa dan Penelitian MUI Bangka Belitung, Rusydi Sulaiman mengatakan, memilih pesantren tersebut sebagai tuan rumah Ijtima’ Ulama sangatlah argumentatif, selain untuk tujuan keberlangsungan peradaban.

“Bila secara umum islamisasi sudah sangat ada di Kepulauan Bangka Belitung, maka kehadiran pesantren merupakan bentuk intensifikasi Islam,” katanya

Menurutnya, banyak hal yang disentuhkan kepada santri, baik yang dilihat, didengar dan dirasakan adalah pendidikan buat mereka. Figuritas kyai sebagai pimpinan pondok pesantren dengan kekuatan kepribadian dan nilai-nilai, ruh serta prinsip hidup memberi warna tersendiri.

“Maka orang-orang penting yang bergabung dalam kegiatan Ijtima’ Ulama sudah siap mental dengan segala kesederhanaan dan bahkan keterbatasan pesantren sebagai lokasi kegiatan,” jelasnya.

Rusydi Sulaiman yang juga Direktur Madania Center Babel mengatakan, pesantren yang terkadang dikesampingkan bahkan dimarjinalkan sesungguhnya sudah cukup lama, ratusan tahun silam membuktikan perannya di negeri ini, melahirkan generasi berprestasi.

Demikian juga Bahrul Ulum yang basisnya di Sungailiat, walaupun usianya belum menyamai beberapa pesantren di Pulau Jawa. Namun satu prinsip yang dijaga adalah: al-Muhaafazhah ‘alal-Qadiimish-Shaalih wal-Akhdzu bil-Jadiidil Ashlah.

Untuk itu, MUI Babel utamanya berharap kepada pimpinan Pondok Pesantren Bahrul Ulum agar memperkuat kelembagaannya.

Terlebih, keikutsertaan pesantren dalam kegiatan Ijtima’ Ulama   mengindikasikan bahwa lembaga tersebut tidak semata-mata bersikeras dengan ortodoksi keagamaan, melainkan juga bersikap terbuka terhadap pembaharuan.

“Setidaknya hal tersebut menginspirasi pesantren-pesantren lain. Keberlangsungan peradaban akan terjaga bila lembaga-lembaga tersebut mewujud penuh makna,” tukasnya.

Ijtima’ Ulama yang berlangsung sejak 28-31 Mei 2024 secara moral keagamaan dan juga akademik pastinya pengurus MUI tersebut sangat terpanggil, apalagi di dalamnya berkumpul para ulama dengan segala ide yang ditumpahkan selama kegiatan. Kompleksitas masalah lambat laun teratasi.

“Dengan Ijtima’ Ulama, stigma tidak terlalu positif terhadap pondok pesantren selama ini diharapkan berubah menjadi lebih positif, bahwa lembaga indegeneous tersebut mengambil peran tertentu dalam beberapa aspek kehidupan bangsa,” bebernya.

MUI Babel misalnya sejak satu dekade ini diperankan oleh para alumni pesantren. Selanjutnya dalam konteks keberlangsungan peradaban, diperlukan sinergitas antara MUI, pondok pesantren dan pemerintah. (*)